Jurusan Ilmu Komunikasi UPN "Veteran" Yogyakarta

Blu Speed

Di Kuliah Umum UPNVY, Staf Ahli Menkominfo: Pejabat Publik Tak Boleh “Baperan”

Menjadi pejabat publik tentu harus bisa memberikan teladan yang baik pada masyarakat. Bahkan harus siap untuk menerima kritikan. Apalagi pejabat publik saat ini tidak boleh “baperan” menanggapi kritik dari masyarakat. Sebab, sekarang berita tidak lagi hanya berasal dari media mainstream. Demikian diungkapkan Dr. Widodo Muktiyo, Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa pada studium generale yang diselenggarakan Prodi Hubungan Masyarakat, Jurusan Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta (UPNVY) di kampus setempat, Sabtu (28/10/2023).

“Arus komunikasi di media juga tidak hanya bersifat searah. Anggota masyarakat bisa menjadi narasumber maupun pencari dan penyebar berita,” ujar Prof. Widodo. Bahkan menurut Prof. Widodo, institusi juga harus siap diapresiasi maupun dikritik secara langsung. “Kalau diapresiasi, tentunya akan senang. Tapi, pejabat juga harus siap saat dikritik. Justru hal itu seharusnya dijadikan sebagai pendorong agar kinerja institusi publik lebih transparan. Butuh strategi komunikasi yang lebih piawai, lebih responsif dan lebih cepat,” terangnya.

Tidak hanya itu saja, Government public relations seharusnya dapat berkomunikasi secara prima dengan masyarakat yang telah hyperconnected melalui dunia digital. Apalagi, Indonesia memiliki lebih dari 47.000 media yang terbagi media cetak, radio, televisi dan media online. Saat ini terdapat 2.000 media cetak, 674 radio, 523 televisi termasuk televisi lokal, dan sisanya media online. Pada acara tersebut, Prof. Widodo banyak membagikan pengalamannya sebagai government public relations, termasuk saat mengemban amanah sebagai Koordinator Komunikasi Gugus Tugas Covid-19 Tingkat Pusat 2020-2021. “Anda ingat saat pandemi, untuk mengajak orang memakai masker sangat sulit. Bahkan banyak orang yang tidak percaya terhadap adanya Covid-19,” tutur dia. Belum lagi ada pejabat yang menyatakan seperti ini, dan pejabat lain yang menyatakan hal yang berbeda. “Di sinilah government public relations harus menjadi dirigen untuk orkestrasi komunikasi publik,” imbuh Prof. Widodo membeberkan pengalaman saat pandemi.

Sedang di sesi tanya jawab, salah satu mahasiswa bertanya bagaimana kiat jika ada kebijakan pemerintah yang kontroversial atau banyak mendapat kritik. Prof. Widodo menyatakan bahwa saat ini semua orang boleh berpendapat dengan mudah melalui media sosial. Pemerintah tentu tidak mungkin memuaskan semua orang. Jika humas pemerintah tetap berpegang pada visi pemerintah, maka kritik harus diterima dengan lapang dada. Kebijakan pemerintah tentu dimaksudkan untuk kebaikan bagi masyarakat. Tentu diakhir kuliah umum tersebut, Prof. Widodo mengajak agar mahasiswa banyak membanjiri media digital dengan hal-hal yang positif.

Selain akan menjadi jejak digital yang baik, hal ini untuk mengimbangi konten-konten yang negatif. Narasumber juga mengingatkan akan bahaya fake news atau hoaks yang saat ini masih banyak dijumpai. “Ingat kata-kata dari Goebbels, Menteri Propaganda Nazi bahwa kebohongan yang disampaikan berulang-ulang akan menjadi kebenaran,” terang Prof. Widodo. Sementara Koordinator Program Studi Hubungan Masyarakat, Jurusan Ilmu Komunikasi, UPNVY, Dewi Novianti, M.Si., mengatakan bahwa studium generale dilaksanakan untuk memberikan insight kepada mahasiswa baru agar semakin memahami dinamika dunia kehumasan. Sebab menurut Dewi, tantangan Humas di era digital lebih kompleks. Ada fragmentasi media, semakin intrusifnya media online dan bergesernya pendekatan mengenai media itu sendiri. “Kami ingin memberi pesan kepada mahasiswa agar mempersiapkan diri sejak masih mahasiswa untuk memasuki dunia kerja di era digital,” peran dia.

Sumber: Kompas.com

Bagikan